Kisah cinta ini adalah cerita yang cukup legendaris (hehe lebai) di kalangan anak-anak kelahiran 90an di tempat saya. Pernah diceritakan pada suatu sore tentang kisah cinta sepasang suami istri ini. Tapi kalau sekarang sudah pada lupa, ya entah lagi sih. Hehe
* *
Namanya Mbok Ning. Bukan nama asli, tapi entah kenapa beliau dipanggil begitu. Katanya dulu dipanggil Merning (nama sebuah makanan, bahannya dari jagung dan rasanya gurih), akhirnya anak-anak kecil memanggil beliau tinggal nama belakangnya saja, Ning. Karena sudah ibu-ibu maka jadi Mbok Ning.
Alkisah, Mbok Ning waktu muda termasuk kembang desa. Suatu mitos yang tenar di kalangan anak muda adalah, bahwa kembang desa pasti rumahnya berada di desa sebelah pojok. Rumah Mbok Ning ini memang bagian dusun Pungon pojok sebelah barat. Rumah saya dekatnya Mbok Ning, tapi saya ga kembang desa ๐ฆ . Dan entah mitos ini benar atau tidak tapi memang gadis-gadis yang rumahnya di pinggir dusun cantik-cantik. Cantik disini maksudnya kembang desa, jangan dibandingkan dengan gadis-gadis kota, nanti pasti kalah.
Mbok Ning adalah anak dari keluarga yang berada, hidupnya kecukupan. Kecukupan disini jangan diartikan rumahnya mewah, gedongan, punya mobil dan sebagainya. Tapi cukup diketahui cukup untuk keperluan semua saudara-saudaranya. Karena memang saudaranya banyak pada saat itu, entah tahun berapa. Yang jelas sekarang usia beliau sudah lebih dari 60 tahun.
Pada suatu hari adalah seorang laki-laki (yang selanjutnya akan saya ceritakan sebagai Mak Min) yang jatuh cinta pada Mbok Ning ini. Lantaran setiap hari mereka bertemu, di sumur bertemu (dulu sumur di desa, beberapa rumah masih menjadi satu, karena biaya menggali sumur masih mahal), di sawah bertemu dan di pasarpun bertemu. Mereka tetangga. Jarak rumahnya tidak ada satu kilometer. Dekat sekali. Dari depan rumah Mak Min ini bisa memandang ke rumah Mbok Ning, tampak belakangnya saja sih hehe, soalnya terhalang semak-semak dan pohon bambu. Dulu jalan dekat rumah Mbok Ning masih penuh dengan bambu dan semak-semak, disertai satu pohon jambu air. Sekarang semua pohon itu hilang ditebang.
Mak Min berasal dari keluarga yang pas-pasan, bisa dibilang juga kurang berada (karena ketika Mak Min bujang saya belum lahir, jadi tidak tahu persisnya). Tapi ya tahu sendiri hidup pas-pasan di desa itu bagaimana, apalagi tahun-tahun dahulu kala, jaman shampo masih pake merk Urang Aring (atau kurang lawas ya merk shamponya) yang botolnya besar seukuran botol air minum 500ml, belinya saja bayar kredit di pedagang keliling yang akan datang menagih tiap hari Kamis Kliwon. Namun yang perlu digaris bawahi adalah Mak Min seorang pekerja keras, tak pernah menyerah pada keadaan. Itu sudah.
Tahun-tahun itu salah satu cara PDKT paling ampuh adalah dengan mengajak sang gadis pujaan hati ke pasar malam atau nonton pagelaran wayang. Seperti ini sudah istimewa dan sudah terbaca kalau Mak Min ada rasa suka kepada Mbok Ning. Gayung bersambut, ternyata Mbok Ning ini juga suka dengan Mak Min. Mereka sering membuat janji bertemu di bawah pohon jambu di samping rumah Mbok Ning setiap malam minggu, kemudian berdua naik kereta angin berboncengan menuju pasar malam atau pagelaran wayang. Di atas kereta angin, di bawah sinar rembulan, dua orang yang sedang jatuh cinta dalam diam mengutarakan rasanya masing-masing. Eh, ini agak lebai improvisasinya.
Hari berganti hari, lama โ lama cerita cinta mereka ini diketahui oleh orang tua Mbok Ning. Sempat keduanya dilarang dengan alasan masih tetangga dekat, kemudian alasan perbedaan perekonomian dan lain sebagainya. Meski alasan utama lainnya adalah banyak laki-laki yang naksir Mbok Ning ini, yang lebih berada dan lebih rupawan.
โTapi jodoh bukan urusan tetangga dekat, anak kota kabupaten atau rumahnya seberang pulau sekalipun, juga bukan urusan satunya kaya, satunya miskin. Yang penting selama masih boleh dinikahi(bukan sedarah) dan sama โ sama menyukai kenapa tidak diperjuangkanโ, begitu kata pencerita.
Perjuangan Mak Min menyakinkan hati kedua orang tua Mbok Ning ini membuahkan hasil. Entah pada tahun keberapa akhirnya mereka di setujui untuk menikah. Sayangnya bab perjuanganya ini tidak diceritakan lebih lanjut oleh sang pencerita.
Sekarang mereka masih bersama, dikarunia tiga orang anak. Ketiganya sudah berkeluarga. Cucunya sudah tujuh. Jatuh bangun dalam berbagai permasalahan kehidupan sudah di alami. Ada kalanya di bawah ada kalanya di atas. Ada kalanya sakit ada kalanya sehat. Hidup cukup pernah hidup pas-pasan juga tak kurang pengalaman. Jadi pedagang pernah, jadi petani setiap hari. Semuanya mereka lewati berdua, susah dan senang, sabar dan syukur. Dan bahwasannya cinta saja tidak cukup untuk memperjuangkan sebuah rumah tangga itu telah mereka buktikan.
Kami anak โ anak โkecilโ ini yang justru harus berguru banyak-banyak pada mereka. Pada orang tua yang telah banyak pengalamannya.
**
Ini bukan saya yang bilang, tapi sang pencerita telah berkata demikian.
#Obrolin #OMCAgustus #YukMenulis
Seneng liyat endingnya ๐
LikeLiked by 1 person
Hihi ๐
LikeLike
apa mungkin mak min dan mbok ning adalah mbajnya kak Ikha? bisa jadi.. karena yang nyeritakan adalah ibunya kak ikha dan penulisnya adalah dia sendiri.. wkwkwk
Kembang desa itu biasanya gandengannya ama kumbang desa, jadi masih mau jadi kembang desa? ๐
LikeLiked by 2 people
Semua jawaban salah. Hahaha
Itu ga ada hubungan darah sama aku semua kok Mas Nur tokohnya.
Kumbang itu menyengat ya. Kayak tawon ๐ท
Ga ah, disengat sakit ๐
LikeLike
sepertinya para lelaki tetap akan jadi kumbang, karena bisa menyegat, wkwkwk
dan wanita tetep jadi kembang yang bisa di buang
atau jadi mutiara yang selalu akan disimpan karena mahal, hahahaha
so, masih mau jadi kembang Kak kha?
LikeLiked by 1 person
Jadi kembang yang bisa dibuang, ini sedih ๐ฉ
Ih jahat ah. Aku jadi diriku sendiri aja.
LikeLiked by 1 person
hahahaha ;-D
LikeLiked by 1 person
Pacar dunia akhirat
LikeLiked by 1 person
Semogaa ๐
LikeLike
Happy Blogging *eh salah . . .
Happy ending ๐
LikeLiked by 1 person
Yeaah Happy Ending (full barakah)
*lah ini judul buku ๐
LikeLiked by 1 person
Pasti Best Seller hehe
LikeLiked by 1 person
Setahuku iya Mas hehe
LikeLiked by 1 person
Sekarang Saya juga lagi menyelesaikan Challenge nih hehe
LikeLiked by 1 person
Challenge ini jg Mas ?
Wah semangat..
LikeLiked by 1 person
Wah bukan blogger namanya kalo gak tertantang mengikuti challenge ini… hehehe
LikeLiked by 1 person
Siip Mas hehe
LikeLiked by 1 person
ย Di atas kereta angin, di bawah sinar rembulan, dua orang yang sedang jatuh cinta dalam diam mengutarakan rasanya masing-masing.ย
LikeLiked by 1 person
Ada apa dengan kalimat ini Uda ๐
LikeLiked by 1 person
Belakangan lebih mencari kata-kata daripada memperhatikan cerita ๐๐
LikeLiked by 1 person
Ga usah nyari yang tersirat Uda. Ga ada. ๐
LikeLiked by 1 person
Kalo yang tersirat ga perlu Uda cari Ikha, nanti juga ketahuan sendiri ๐๐
LikeLiked by 1 person
Ya ampun.. ๐ baiklah, silahkan mencari kalimat-kalimat.
LikeLiked by 1 person
๐๐
LikeLiked by 1 person
Endingnya joss mi ๐
LikeLiked by 1 person
Makasih Mas..๐
LikeLike
Ditunggu post berikutnya ๐
LikeLiked by 1 person
Semoga lekas lahir.. ๐
LikeLike
Hahaha bayi kali ๐
LikeLiked by 1 person
happy ending hihi. moga aku jug gitu yaa mbak aamiin hihi
LikeLiked by 1 person
Aamin mbk Veraa..๐
LikeLike
Sayangnya bab perjuangan tidak diceritakan lebih lanjut. Ae kaka pencerita, ayolah ceritakan padaku.
LikeLiked by 1 person
Kakak pencerita mana ya.. ? *tengok kanan kiri
Ah, Mas ntar Masnya nulis perjuangannya sendiri saja. Lebih greget. ๐
LikeLike
Dia di belakang mungkin.
Dengan derai air mata nulisnya. Hahahaha.
LikeLiked by 1 person
Kayak gini ya ๐ญ๐ญ
LikeLike
Iya..
LikeLiked by 1 person
agustusnya hampir habis
LikeLiked by 1 person
Iya Kang, saya bagian penutup.
LikeLike
Rumah saya dekatnya Mbok Ning, tapi saya ga kembang desa ๐ฆ .
—
Ya iyalah mbak, gimana mau kembang wong lahir saja belum. Atau barangkali sekarang sudah? Kan pada dasarnya semua perempuan diibaratkan kembang? #komengakfokus
LikeLiked by 1 person
Semua perempuan kembang Bun, meskipun ga semua jadi kembang desa ๐
LikeLike
Dulu mah, ke pasar malam sama nonton wayang aja udah so sweet ya kak ๐
LikeLiked by 1 person
Iya mbak Din, sekarang tinggal So ? aja. ‘Sweet’ nya ilang. ๐
LikeLike
“Ada kalanya di bawah ada kalanya di atas. Ada kalanya sakit ada kalanya sehat. Hidup cukup pernah hidup pas-pasan juga tak kurang pengalaman. Jadi pedagang pernah, jadi petani setiap hari.”
Hidup yang fluktuatif itu melatih kemampuan bersyukur dan menerima kenyataan apa adanya. Tetapi harap diingat bahwa sikap yang kita ekspresikan jangan samapai fluktuatif, melainkan konsistenlah dalam berkata-kata dan bertindak.
Salam.
LikeLiked by 1 person
konsisten dalam berkata-kata dan bertindak. ๐
LikeLike
Kisah inspiratif
LikeLiked by 1 person
Terima kasih Mas Des..
LikeLiked by 1 person